Selasa, 23 September 2008

Power Tends to Corrupt

Oleh: Betti Alisjahbana

Tertangkap basahnya anggota Komite Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Mohammad Iqbal ketika menerima suap sejumlah Rp.500 juta di lift Hotel Aryaduta dari Presiden Direktur First Media Billy Sundoro menambah panjang daftar aktivis dan idealis yang terperangkap kasus korupsi ketika mereka memiliki kekuasaan. Muhammad Iqbal adalah mantan Ketua Presidium Dewan Mahasiswa ITB tahun 1977, aktivis Salman, dan Ketua Bidang Kekayaan PB HMI hingga 1981.

Sebelumnya Mulyana W. Kusumah, tenaga pengajar di FISIP UI yang aktif di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI), pendiri sejumlah organisasi seperti Perhimpunan Bantuan Hukum & HAM Indonesia (PBHI), Komite Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KONTRAS) dan Komisi Independen Pemantau Pemilu (KIPP), juga tersandung kasus korupsi. Mulyana yang pada saat itu adalah Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) tertangkap basah menyuap auditor BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) Khairiansyah Salman pada 8 April 2005.

Tertangkapnya Mulyana kemudian membuka kasus korupsi yang lebih besar di tubuh KPU dan menyeret Ketua KPU Dr. Nazarudin Sjamsuddin, seorang dosen dan Guru Besar di FISIP UI ke meja hijau. Nazarudin Sjamsuddin di vonis 6 tahun penjara setelah terbukti bersalah melakukan korupsi dalam pengumpulan dana taktis dari rekanan KPU dan pengadaan asuransi bagi anggota KPU.

Terungkapnya kasus korupsi pada tokoh-tokoh masyarakat yang sebelumnya dianggap idealis dan pembela yang lemah menimbulkan pertanyaan besar : Mengapa merekapun terjerat korupsi? Dalam artikel ini saya mencoba menganalisanya.

Korupsi Telah Mendarah Daging

Praktik korupsi di Indonesia terjadi di berbagai tingkatan, mulai dari urusan kecil yang menyangkut pelayanan masyarakat di tingkat kelurahan, hingga rekayasa penggunaan anggaran di lembaga-lembaga pemerintah. Sedemikian parahnya sampai kita masuk peringkat kelima negara terkorup di dunia versi lembaga Transparency International Indonesia (TII). Dalam survei yang dilakukan TII di 32 kota terhadap 1760 responden, seluruh responden mengaku selalu dimintai uang pelicin ketika berinteraksi dengan institusi publik termasuk lembaga peradilan.

Dalam banyak kasus, korupsi di Indonesia bukan hanya didorong oleh motif pribadi pelakunya, tetapi juga karena merasa harus beradaptasi pada lingkungan atau sistem yang korup. Secara psikologis, seorang pegawai cenderung merasa tidak nyaman dan tidak aman jika tidak korup apalagi melaporkan kasus korupsi, karena akan dicap sebagai “sok bersih” atau “sok pahlawan” oleh rekan-rekannya. Lambat laun mereka yang hidup dalam lingkungan yang korup ini menjadi sulit untuk membedakan mana yang korupsi dan mana yang tidak, karena hal-hal yang sebetulnya korupsi sudah menjadi sesuatu yang wajar dilakukan oleh semua orang. Apalagi bila di tambah dengan kenyataan bahwa sebagian dari mereka tidak bisa mencukupi biaya hidup apabila hanya mengandalkan gaji saja.

Rendahnya tingkat kesejahteraan pegawai pemerintah, sikap permisif dan kompromis, lemahnya perangkat hukum, hingga lemahnya komitmen para penegak hukum, menjadi faktor dominan, kenapa korupsi tumbuh subur di masyarakat. Praktik - praktik korupsi ini, menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang sangat luas. Proses pembangunan tidak berjalan dengan semestinya karena uang yang seharusnya untuk kesejahteraan masyarakat malah masuk ke kantong - kantong pribadi. Apalagi di saat negara tengah menghadapi persoalan berat seperti pengangguran, kemiskinan dan terancamanya anggaran akibat pengaruh ekonomi global, praktik korupsi, dipastikan akan semakin menambah beban negara dan rakyat.

Power Tends to Corrupt, and Absolute Power Corrupts Absolutely

Observasi di atas dinyatakan oleh John Emerich Edward Dalberg Acton, atau lebih dikenal sebagai Lord Acton pada tahun 1887. Ia adalah seorang ahli sejarah dan moralis. Kekuasaan memang telah membuat banyak politisi korupsi. Pada awal karirnya banyak dari mereka mempunyai idealisme dan semangat untuk merubah sistem. Mereka ingin membantu yang lemah dan miskin dan membasmi korupsi dan kesewenang-wenangan. Tetapi ketika mereka ada diposisi yang berkuasa ceritanya menjadi lain. Mereka menjadi lebih senang bergaul dan meyenangkan para penguasa, baik di pemerintahan maupun korporasi. Dan di atas semua itu, mereka sibuk berusaha meningkatkan kekuasaan dan kekayaannya sendiri.

Kekuasaan membuat orang mempunyai kecenderungan untuk korupsi, apalagi bila kekuasaan itu tidak diimbangi dengan rambu-rambu pembatas dan pengawasan yang memadai. Itu pula yang saya duga menyebabkan Mohammad Iqbal, Mulyana W. Kusumah dan Nazarudin Sjamsuddin terjerumus dalam jeratan korupsi.

Fokus di dalam memberantas korupsi selama ini banyak pada penangkapan koruptor dan kurang pada pencegahan terjadinya korupsi. Korupsi terjadi karena ada niat dan ada kesempatan. Governance yang lemah membuka kesempatan korupsi. Itu sebabnya penerapan Good Governance menjadi sangat penting sebagai langkah pencegahan. Empat elemen Good Governance adalah adanya: akuntabilitas, partisipasi masyarakat, kepastian hukum dan transparansi. World Bank mengatakan Good Governance dapat menghasilkan perbaikan tingkat kehidupan di negara berkembang sampai tiga kali lipat. Menurut Daniel Kaufman, Director Global Governance, World Bank Institute, negara dengan pendapatan per kapita $ 2000 per tahun, dapat meningkat menjadi $ 6000 dalam jangka panjang bila mereka memperbaiki governance-nya. Peningkatan tajam itu sebagai akibat dari perbaikan jumlah investasi baik dari dalam maupun luar negeri, penggunaan alokasi dana masyarakat dalam kontrol pemerintah yang lebih baik dan juga penggunaan SDM yang lebih baik.

Beberapa Kabar Baik

Korupsi adalah masalah nasional dan semua komponen masyarakat harus terlibat didalam memeranginya. Di antara banyaknya kabar buruk tentang korupsi, beberapa hal positif yang perlu kita syukuri diantaranya adalah, KPK dibawah kepemimpinan Antasari Azhar sejauh ini telah menunjukan kinerja yang baik. Di antaranya KPK telah berhasil menangkap basah kasus suap untuk mengubah hutan lindung, kasus korupsi pengadaan kapal patroli dan terakhir kasus suap menyangkut persaingan usaha.

Dunia pendidikan tinggi seperti Universitas Paramadina telah mulai memainkan peran sesuai dengan cakupan kerjanya yaitu pendidikan, dengan menerapkan pendidikan anti korupsi dengan bobot 2 SKS. Meskipun banyak yang mengatakan bahwa pendidikan anti korupsi itu harus dimulai sejak dini, tapi tidak berarti dunia pendidikan tinggi lalu bisa berpangkutangan. Pendidikan tinggi justru menjadi fase terakhir pendidikan formal bagi generasi muda yang akan memasuki dunia nyata, baik di sektor swasta, pemerintahan, maupun civil society. Karena itu pembekalan mahasiswa dengan pengetahuan, semangat, dan ketrampilan anti-korupsi menjadi penting. Kita berharap, pendidikan antikorupsi bukan sebuah pilihan, tapi merupakan suatu keharusan -- sebagai ikhtiar kolektif untuk membongkar tradisi dan praktik korupsi di Indonesia.

Ketika berita di berbagai media dipenuhi berita buruk tentang maraknya korupsi di Indonesia, Perkumpulan Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA) tahun ini untuk ketiga kalinya akan memberikan penghargaan kepada tokoh pejabat publik yang selain tidak korupsi juga menunjukan usaha nyata untuk membersihkan lingkungannya dari korupsi. Sebagai ketua dewan juri, saya sungguh gembira bahwa ternyata kami berhasil mendapatkan tiga orang pemenang yang kiprahnya dalam memerangi korupsi mengagumkan. Para pemenang ini akan diumumkan pada tanggal 28 Oktober nanti dan diharapkan dapat menjadi teladan yang bisa memberikan inspirasi dan mempengaruhi lebih banyak orang untuk aktif mencegah dan memerangi korupsi.

Mari kita turut aktif untuk mencegah dan memerangi korupsi.

Salam hangat penuh semangat.

Minggu, 21 September 2008

Pemimpin dan Layanan Pelanggan

Oleh: Betti Alisjahbana

Mengawali kiprah saya sebagai pengusaha, awal tahun ini saya mulai mengurus administrasi pendirian perusahaan. Sudah lama kita mendengar betapa sulit nya mengurus perizinan di Indonesia ini. Tapi ternyata antara mendengar dan mengalami sendiri sungguh berbeda rasanya. Beberapa kali saya harus geleng-geleng kepala dan menarik napas panjang menahan amarah melihat betapa sulit dan tidak masuk akalnya layanan publik di negara ini dijalankan.

Tidak heran kalau dalam laporan IFC peringkat Indonesia turun 2 tingkat ke nomor 129 dalam hal kemudahan berbisnis, sementara negara tetangga terdekat kita Singapura ada di posisi nomor 1. Melihat layanan yang begitu berbelit-belit, mau tidak mau saya berpikir, bila Indonesia ini sebuah perusahaan, akankah ia bertahan hidup ditengah persaingan tetangga-tetangganya yang lebih gesit membenahi diri dalam melayani pelanggannya?

Pentingnya kepuasaan pelanggan bukan sesuatu yang baru bagi perusahaan. Tapi yang seringkali menjadi tantangan adalah bagaimana membuat sebuah organisasi secara konsisten bisa memberikan layanan pelanggannya dengan prima dan bagaimana semua orang dalam organisasi, tanpa kecuali, menaruh kepuasan pelanggan pada prioritas utama. Artikel ini memberikan fokus pada peran pemimpin dalam membangun organisasi yang berorientasi pada pelanggan.

Walk The Talk at The Top.

Sangat penting bahwa pemilik atau CEO dari suatu organisasi menujukkan ketulusan dan kepeduliannya dalam memberikan layanan prima kepada pelanggan. Seorang CEO yang dalam kesehariannya terlibat dalam membantu pelanggan, mencari tahu apa yang dibutuhkan pelanggan dan mencari cara untuk memenuhinya, adalah CEO yang mengoperasikan perusahaan dengan layanan pelanggan prima. Seorang CEO harus membuat suatu mekanisme agar ia tahu bagaimana kondisi kepuasan pelanggan organisasinya dari waktu ke waktu dan menyediakan cara yang mudah bagi pelanggan untuk memberikan masukan. Sewaktu-waktu ia turun ke lapangan untuk melihat secara langsung, bagaimana pelanggan di ayani. Ia pun membangun sistem penghargaan pegawai yang mendorong kepedulian pada pelanggan.

Memperlakukan Pegawai sebagai Pelanggan

Pegawai yang senang akan membuat pelanggan senang. Di kebanyakan bisnis, terutama bisnis layanan, sikap dan tingkah laku pegawai menentukan kualitas layanan pelanggan. Bila kita memperlakukan pegawai dengan baik dan memuaskan mereka maka merekapun akan memperlakukan pelanggan dengan baik dan memuaskan pelanggan. Pemimpin harus membuat pekerjaan menyenangkan bagi para pegawai, dimana hasil kerjanya dihargai, sehingga mereka bersemangat dalam melakukan pekerjaannya. Bila pegawai di perlakukan seperti pelanggan, maka akan terjadi hubungan yang sangat sehat dimana semua diuntungkan: pegawai untung, pelanggan untung dan perusahaan pun untung.

Mempunyai Rencana Kerja Tertulis untuk Membangun Layanan Pelanggan dengan Prima

Suatu rencana yang tertulis akan sangat membantu dalam membangun budaya untuk memberikan layanan pelanggan dengan prima. Misi organisasi harus dengan jelas menempatkan pelanggan di pusatnya. Demikian pula visi organisasi, yang dibangun bersama-sama para pegawai, harus secara kuat menunjukkan arah organisasi dan penekanannya pada layanan pelanggan.

Mempunyai rencana yang tertulis dan secara teratur menjadikannya referensi adalah cara yang ampuh untuk memposisikan layanan pelanggan di garda depan rencana bisnis.

Membuat Standar Layanan

Perusahaan yang memberikan layanan prima pada pelanggannya mendefinisikan standar layanan utama dengan jelas. Standar layanan punya dua tujuan. Pertama standar ini sangat ampuh dalam membangun kesan yang positif di mata pelanggan. Kedua, standar ini adalah alat yang bagus untuk mengukur seberapa baik masing-masing pegawai di perusahaan memenuhi tingkat layanan yang dibutuhkan untuk mendukung keberhasilan perusahaan.

Standar layanan harus bisa diukur agar bisa di kelola dengan baik. Banyak yang berpendapat bahwa sulit sekali mengukur kualitas layanan. Misalnya saja “keramahan” susah diukur. Keramahan memang susah diukur, tetapi senyum bisa diukur. Demikian juga ucapan salam pada pelanggan seperti: “Selamat pagi” atau “Selamat siang” bisa diukur. Lalu seberapa cepat masing-masing jenis layanan dijalankan dan berapa banyak kesalahan dan jumlah keluhan juga bisa diukur.

Ada tujuh kriteria dalam membuat standar, menurut Leland & Balley, yaitu : spesifik, ringkas, terukur, berdasarkan kebutuhan pelanggan, dicantumkan dalam deskripsi pekerjaan dan evaluasi kinerja, dibuat bersama-sama pegawai dan ditegakkan diseluruh organisasi.

Pemimpin mempunyai peran yang sangat vital di dalam membangun budaya layanan prima di organisasinya. Ia harus bisa membangkitkan inspirasi pegawai akan pentingnya layanan prima lalu membangun kemampuan, motivasi dan ruang gerak bagi mereka untuk melaksanakannya. Untuk membangun inspirasi, pemimpin perlu membangun visi yang menggugah, dan mampu mengomunikasikannya dengan jernih. Sikap dan perbuatannya dalam melayani dan memberikan fokus pada pelanggan harus bisa diteladani.

Ada dua hal yang penting dalam setiap organisasi bisnis : pelanggan dan produk. Bila organisasi menghasilkan produk yang hebat dan melayani pelanggannya dengan prima, maka mereka akan memiliki pelanggan yang setia yang mendatangkan pelanggan lain. Bisnisnya akan tumbuh sehat dan menguntungkan.

Selamat melayani pelanggan.

Salam hangat penuh semangat.

Tanya jawab topik ini bisa dilihat di www.qbheadlines.com, rubrik Career.

Perempuan dan Kebhinekaan

Oleh: Betti Alisjahbana

Merespon 30 % quota perempuan untuk caleg, Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir tidak setuju dan menyatakan , "Saya takut perempuan terlena dengan sistem kuota. Mereka enggak mandiri kan jadinya kalau minta-minta jatah." (Kompas).

Saya termasuk yang setuju langkah affirmative action yang bisa mendorong kesetaraan gender ini. Sampai sekarang, hambatan struktural, ekonomi dan budaya masih menjadi hal nyata yang akhirnya menempatkan perempuan pada posisi tidak setara dengan laki-laki. Akibatnya, perempuan tidak dapat berkompetisi dalam bidang ekonomi dan politik secara seimbang. Representasi perempuan yang memadai di Dewan Perwakilan Rakyat merupakan salah satu indikator demokrasi partisipatoris yang diharapkan bisa mendorong keikut sertaan perempuan dalam perumusan kebijakan, terutama pada kebijakan yang langsung berdampak pada kehidupan mereka. Misalnya saja pada Deklarasi Beijing dinyatakan, partisipasi seimbang antara perempuan dan laki-laki dalam pengambilan keputusan yang secara akurat mereflesikan komposisi dalam masyarakat diperlukan untuk memperkuat demokrasi.

Kebinekaan Mendatangkan Hasil yang Lebih Baik

Terlepas dari masalah gender, kebhinekaan (diversity) dalam suatu tim memungkinkan para anggota nya untuk bertukar pikiran dalam perspektif yang berbeda- beda. Pertukaran pikiran ini membuat mereka lebih bijaksana , mempunyai wawasan yang lebih luas, lebih kreatif dan pada akhirnya membuat mereka lebih berhasil. Kebhinekaan mencakup gender, usia, agama, suku bangsa dll. Dalam organisasi bisnis, kebhinekaan ini perlu diupayakan dalam berbagai tingkatan, termasuk pada manajemen puncak.

Ketika saya ditunjuk menjadi CEO IBM Indonesia di tahun 2000, saya adalah CEO wanita pertama di IBM Indonesia dan di kawasan IBM Asia Pacifi. Sadar akan pentingnya kebhinekaan dalam jajaran kepemimpinan IBM di kawasan ASEAN dan Asia Selatan, saya diminta untuk memimpin Women Leadership Diversity Council yang bertujuan membantu para perempuan yang potensial untuk menampilkan potensi-potensi nya dan meraih posisi yang penting di dalam organisasi.

Tim kami melakukan berbagai inisiatif, diantaranya mempelajari apa yang menjadi penghambat kemajuan para perempuan potensial, lalu mengambil langkah-langkah dan kebijakan untuk mengatasinya. Beberapa program kami galakkan diantaranya mentoring, networking, meyakinkan bahwa di setiap posisi penting, dari 3 kandidat pengganti yang dipersiapkan paling tidak satu diantaranya adalah perempuan. Kandidat perempuan ini kami rangsang untuk mau menerima penugasan-penugasan yang menantang agar mereka siap untuk naik ke posisi yang lebih tinggi nantinya.

Pelatihan mengenai kebhinekaan pun kami berikan kepada semua manajer baik laki-laki maupun perempuan agar mereka siap memberikan ruang gerak bagi hadirnya kebhinekaan yang dicirikan dengan :

  • Keterbukaan terhadap ide-ide baru

  • Kemauan untuk mendengar

  • Semangat untuk belajar hal-hal baru

  • Semangat untuk berkembang

  • Flexibilitas untuk melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan

Para manajer, yang tadinya dengan maksud melindungi, tidak memberikan penugasan-penugasan menantang yang banyak menuntut perjalanan ke luar kota dan ke luar negeri kepada pegawai perempuan pun kami ingatkan untuk tidak ambil asumsi sendiri, melainkan membiarkan para pegawai perempuan untuk menentukan sendiri apakah mereka mau dan ingin menerima penugasan-penugasan itu.

Langkah-langkah di atas memberikan hasil yang menggembirakan. Kini jajaran pimpinan di IBM di kawasan ASEAN dan Asia Selatan banyak di isi oleh perempuan. Mereka sangat berbakat dan sukses. Di Indonesia, ketika saya pertama kali di tunjuk menjadi Presiden Direktur, jajaran pimpinan langsung di bawah saya semuanya laki-laki. Ketika saya meninggalkan posisi itu di bulan Maret tahun ini, 4 dari 15 jajaran pimpinan tertinggi adalah perempuan.

Dari pengalaman di atas, kami semakin yakin bahwa perempuan seperti juga laki-laki mempunyai kemampuan untuk memimpin. Hanya saja, beberapa faktor seperti lingkungan sosial, budaya, adaptasi dalam keluarga, faktor organisasi seperti proses karir dan persepsi para perempuan itu sendiri telah menghalangi mereka untuk tampil menonjol dan bisa bersaing. Diperlukan usaha ektra untuk mengatasi faktor-faktor penghambat tersebut.

Perempuan, Tempat Mencari Bakat-bakat Baru

Meskipun angka penganguran tinggi, namun mencari sumber daya manusia trampil dan mempunyai sikap terpuji semakin lama semakin sulit. Tantangan yang sama juga ditemui dalam mencari pemimpin yang handal dan terpercaya. Padahal di era dimana kreatifitas dan inovasi merupakan kunci sukses, kemampuan organisasi untuk mendapatkan dan memupuk SDM dan pemimpin yang handal adalah faktor penentu. Dalam situasi dimana persaingan untuk mendapatkan SDM dan pemimpin yang handal semakin ketat, perempuan merupakan sumber SDM trampil dan pemimpin handal yang belum sepenuhnya dimanfaatkan.

Untuk melihat kemampuan kepemimpinan perempuan kita bisa melihatnya dari kinerja Kabinet Indonesia Bersatu dimana 4 dari 34 menterinya perempuan. Dr. Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan merangkap Menko Ekonomi, prestasinya sungguh luar biasa. Disamping piawai dalam menentukan kebijakan-kebijakan keuangan, Ia memimpin reformasi birokrasi di Departemen Keuangan dengan menempatkan Dirjen pilihan yang dianggap mampu melaksanakan reformasi birokrasi di Direktorat Pajak dan Direktorat Bea Cukai yang selama ini dikenal sangat subur sebagai tempat korupsi. Ia konsiten memimpin dan mendukung langkah-langkah pembersihan dan tidak gentar untuk berbeda pendapat dengan pejabat-pejabat negara lainnya.

Atas prestasinya itu Sri Mulyani masuk dalam jajaran 100 wanita paling berpengaruh di dunia versi majalah Forbes. Berada diperingkat ke 23, Sri Mulyani mengalahkan nama-nama beken lainnya seperti Hillary Rodham Clinton, Aung San Suu Kyi dan Operah Winfrey. Ia juga banyak menerima penghargaan internasional, di antaranya Leader of Rising Asia dari Singapore Institute of International Affair.

Tengok juga sepak terjang Menteri Kesehatan Dr. Siti Fadilah Supari dalam melawan dominasi WHO dan Barat. Ia melihat ketidak adilan ketika Negara yang terjangkit penyakit dipaksa mengirimkan virusnya ke WHO, namun bukannya dimanfaatkan untuk kesehatan seluruh dunia, virus itu malah digunakan oleh negara kaya untuk membuat komoditas dagang dalam bentuk vaksin yang dijual dengan harga mahal sehingga negara sumber nya tidak mampu untuk membeli vaksin tersebut. Tanpa gentar ia membuka praktek WHO dalam mengelola lalulintas virus dunia. Ia tetap pada pendiriannya, aturan pengiriman virus ke WHO yang tidak transparan harus dihapus.

Perjuangannya berhasil. Ia mampu memaksa WHO berubah. Ia berhasil menghancurkan lingkaran setan pervaksinan dunia. Kini aturan mainnya lebih adil, transparan dan setara. Atas prestasinya itu The Economist, 6 Agustus 2006 menulis : “For the sake of basic human interest, the Indonesian government declares that genomic data on bird flu viruses can be accessed by anyone. With those words, spoken on August 3rd (2006), Siti Fadilah Sapari started a revolution that could yet save the world from the ravages of pandemic disease. That is because Indonesia’s health minister has chosen a weapon that may prove more useful than todays best vaccines in tackling such emerging threats as avian flu: transparency.”

Sepintas quota 30 % caleg perempuan terlihat dipaksakan, tapi saya yakin undang-undang itu lahir atas dasar yang jlas bahwa perempuan punya kemampuan dan demokrasi akan berjalan lebih baik bila ada partisipasi yang seimbang antara perempuan dan laki-laki di dalamnya. Semoga para pimpinan partai bijak menyikapi amanat undang-undang ini dan melakukan kaderisasi dengan baik sehingga bisa memenuhi syarat 30% caleg perempuan dengan perempuan-perempuan handal yang memiliki integritas tinggi.

Salam hangat penuh semangat.
Betti Alisjahbana.

Tanya jawab topik ini bisa dilihat di www.qbheadlines.com, rubrik Career.

Minggu, 07 September 2008

Mengikis Budaya ABS

Oleh : Betti Alisjahbana

Minggu lalu beberapa media menampilkan cerita menyedihkan yang menimpa Yuni Veronika, juara dunia catur berusia 11 tahun asal Riau yang terlunta-lunta nasibnya karena tidak punya biaya untuk pulang ke Riau. Yuni diundang untuk menghadiri Upacara Peringatan HUT RI ke 63 di Jakarta, dan malamnya bersama-sama anggota Paskibra dijamu makan malam oleh Bapak SBY di Istana Kepresidenan. Namun rupanya panitia tidak menyediakan biaya transportasi yang mengakibatkan Yuni dan ayahnya terlunta-lunta. Setelah kejadian ini Yuni mengaku kapok.

Menganalisa kejadian di atas, saya menyimpulkan, ketika panitia mengundang Yuni ke istana, fokus mereka bukan pada Yuni, tapi pada Bapak SBY. Tujuan mereka mengundang Yuni, bukan untuk memberikan penghargaan padanya, memotivasinya agar lebih semangat dan berprestasi dan juga merangsang generasi muda Indonesia yang lain agar berprestasi di tingkat dunia. Melainkan, mereka ingin membuat Bapak SBY senang bahwa banyak generasi muda Indonesia yang berprestasi. Maka, apa yang terjadi sesuai dengan tujuan semula, Bapak SBY senang bertemu dan melihat anak-anak Indonesia berprestasi, sementara Yuni kapok.

Saya jadi teringat cerita yang mirip yang disampaikan pelatih vokal saya. Pada peringatan hari anak-anak beberapa tahun yang lalu, pelatih saya itu membimbing satu rombongan anak-anak yang akan tampil menunjukkan kebolehannya. Pada hari itu semua yang akan tampil sudah diharuskan ada di lokasi sejak pagi hari sekali, jauh sebelum acara di mulai dan jauh sebelum Bapak Presiden hadir. Mereka kepanasan dan kelaparan. Jadilah hari anak-anak yang seharusnya memberikan kebahagiaan pada anak-anak ini menjadi hari penyiksaan anak-anak demi memberikan citra yang baik pada Sang Kepala Negara bahwa acaranya berjalan tepat waktu, lancar dan aman. Semua perhatian tertuju pada Sang Pimpinan dan lupa apa inti dan makna acara ini sebernarnya.

Asal Bos Senang (ABS) adalah budaya yang sudah terpupuk sejak jaman Orde Baru dulu. Sebuah budaya usang yang harus segera di buang apabila kita ingin maju. Budaya ini meletakkan pimpinan sebagai pusat perhatian. Pimpinan begitu sakral dan harus dihormati. Pada budaya ini para birokrat merasa bahwa mereka hanya bisa bertahan dan sukses bila mereka bisa membuat bos senang. Bila perlu data dil apangan di agar tampak cantik di mata Sang Pemimpin.

Desakan kompetisi yang ketat telah membuat organisasi bisnis lebih cepat menyadari pentingnya perubahan orientasi dari membuat senang bos ke membuat senang pelanggan. Mereka sudah merasakan bahwa pelanggan mempunyai banyak pilihan dan pilihan akan dijatuhkan pada organisasi yang menawarkan produk-produk yang inovatif, layanan prima dan harga yang menarik. Pemimpin yang baik sadar betul bahwa persaingan terjadi semakin ketat dan perubahan terjadi semakin cepat. Untuk itu mereka harus merubah orientasi yang tadinya kedalam menjadi keluar. Yang tadinya pemimpin memberikan perintah dan dilaksanakan oleh jajaran di bawahnya menjadi membangun kepemimpinan disemua lini dalam organisasi.

Pemimpin-pemimpin di lapangan ini harus tau persis apa yang terjadi di pasar, mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan yang tepat dan cepat demi memenangkan persaingan dan demi kebaikan organisasinya. Pimpinan puncak tidak lagi menjalankan top down leadership, dimana ia mengambil semua keputusan dan jajaran di bawahnya melaksanakan melainkan memfasilitasi terjadinya bottom up leadership. Pada bottom up leadership, meskipun pimpinan puncak tetap membangun visi dan memberikan arahan, tapi ide-ide dan kepemimpinan bisa datang dari mana saja di dalam organisasi. Agar ini terjadi pemimpin harus bisa menjalankan berbagai peran : katalis, pelatih, motivator dan cheerleader. Dan jelas, Ia tidak akan membiarkan ABS (Asal Bos Senang) terjadi. Penghargaan akan diberikan kepada mereka yang berprestasi dan memberikan kontribusi nyata, bukan sekedar membuat bos senang.

Bila orientasi keluar bisa terjadi di organisasi bisnis, bisakah ini terjadi di pemerintahan? Tentu saja bisa. Beberapa pemerintah daerah telah menerapkan kebijakan yang memberikan fokus pada layanan masyarakat. Masyarakat yang menjadi fokusnya dan berbagai program di buat dengan tujuan utama mencapai kepuasan mereka. Berbagai dialog pun dilakukan agar sang kepala daerah punya interaksi langsung dengan masyarakatnya dan bisa tau apa yang terjadi di sana. Pertanyaan berikutnya, bisakah ini terjadi di pemerintah pusat?

Budaya ABS berkembang pesat di era kemimpinan Presiden Soeharto dimana selama 32 tahun memerintah sistem politik yang kental dengan asas monoloyalitas diterapkan. Era kepemimpinan Presiden Habibie merupakan masa transisi pada pintu keterbukaan dan demokrasi yang mengantarkan pada Pemilu 1999 dengan perangkat UU politik yang baru. Dunia politik di Indonesia kemudian memasuki multipartai dengan 48 parpol menjadi peserta pemilu. Perubahan ini secara progresif dilanjutkan pada Pemilu 2004 dimana untuk pertama kalinya presiden dan wakilnya dipilih langsung oleh rakyat. Proses itu kemudian dilanjutkan dengan pemilihan kepala daerah langsung (Pilkada). Demokrasi yang memberikan kekuasaan yang besar pada masyarakat luas harusnya menghasilkan kan pemerintahan yang berorientasi pada masyarakat, jadi timbul pertanyaan yang menggelitik mengapa kita belum merasakan manfaat yang signifikan dari penerapan demokrasi Berapa lamakah kita harus menanti sampai masa transisi ini berakhir?

Perubahan yang terjadi boleh dikatakan masih bergerak pada level pola tata politik dan pemerintahan secara prosedural. Era transisi dan konsolidasi demokrasi adalah proses yang panjang dan terus berlangsung. Perlu partisipasi semua pihak untuk mengawal dan meyakinkan demokrasi yang telah dan tengah berlangsung ini memberikan kebaikan yang diinginkan bagi masyarakat luas. Dan para pimpinan negara, terutama Presiden, mempunyai peran yang sangat penting untuk mengubah budaya ABS. Presiden harus mempimpin prakarsa ini dengan menolak segala bentuk penghormatan yang berlebihan dan memberikan insentif yang jelas untuk tidak mempraktekkan ABS. Presiden pun harus meminta semua menteri untuk melakukan hal yang sama. Fokus yang lebih besar harus diberikan kepada masyarakat bukan kedalam birokrasi. Pemilu sudah semakin dekat, mudah-mudahan kita bisa memilih pemimpin yang terbaik untuk bangsa Indonesia.

Membekali Mahasiswa Muda Indonesia

Oleh : Betti Alisjahbana

Minggu ini saya berkesempatan menjadi pembicara tamu di dua perguruan tinggi. Sambil bergurau saya katakan pada Mario suami saya, salah satu tanda umur mulai banyak adalah ketika pendengar paparan saya sudah lebih muda dari usia anak sendiri. Masih segar dalam ingatan saya ketika saya baru bergabung di IBM dua puluh empat tahun yang lalu. Ketika itu bila saya memberikan paparan, pendengarnya adalah Ibu-ibu dan Bapak-bapak yang jauh lebih tua. Kini situasinya berbalik. Waktu memang bergerak sangat cepat.

Ada pengalaman menarik yang saya petik dari kedua kesempatan diatas dan saya ingin menuliskannya di sini.

UPH Merangsang Mahasiswa Muda untuk Bercita-cita Tinggi dan Berprestasi

Pada tanggal 16-20 Agustus yang lalu Universitas Pelita Harapan (UPH) menyelenggarakan UPH Festival untuk memperingati ulang tahunnya yang ke 15 dan menyambut mahasiswa baru angkatan 2008. Berbagai seminar akademis, pertunjukan seni dan musik, open house dan pengenalan pada berbagai kegiatan kemahasiswaan diselenggarakan pada festival ini.

Beberapa hal menarik perhatian saya dari acara itu. Pertama, deretan pembicara dari berbagai profesi yang sangat impresif seperti : Sri Sultan Hamengku Buwono X, Prof. Gumilar R. Somantri, dr. Eka Julianta Wahjoepramono, DR Fauzi Bowo, Dr. Adhyaksa Dault, Adnan Buyung Nasution, Andi Malarangeng, Addie MS, Jusman Syafii Djamal, Agum Gumelar, Rano Karno dan saya.

Hal kedua yang menarik perhatian saya adalah publikasi yang dilakukan dengan sangat gencar, baik melalui billboard, iklan di media cetak maupun penyebaran brosur. Demikian pula para wartawan diundang untuk meliput acara itu termasuk mewawancarai para pembicara. Jaman memang sudah berubah, tidak hanya perusahaan yang aktif berpromosi dan membangun citra, perguruan tinggi pun aktif melakukannya.

Hal ketiga yang menarik perhatian saya adalah konsep mereka dalam memberikan orientasi pada mahasiswa baru. Tidak ada perpeloncoan, yang ada penyambutan yang hangat dan meriah dan sederetan pembicara-pembicara yang berprestasi di bidangnya untuk merangsang dan menginspirasi para mahasiswa mahasiswi muda untuk punya cita-cita tinggi dan berprestasi. Sebuah konsep yang menarik dan tepat sasaran.

“The New World of ICT” adalah judul paparan yang saya bawakan pada hari itu yang terdiri dari topik-topik : The Digital Lifestyle, The New Generation of Learners, The New World of College dan The New World of Work. Mahasiswa muda kini termasuk dalam generasi millenials dimana teknologi adalah bagian yang tak terpisahkan dari hidupnya. Mereka memanfaatkan teknologi untuk hiburan, untuk berkomunikasi dan untuk berkarya. Merekapun mengharapkan teknologi hadir di ruang kuliahnya, sehingga tercipta suasana belajar yang interaktif, kaya dan bervariasi. Teknologi podcast, blog, wiki, simulasi digital, games serta network sosial and komunitas virtual dapat dimanfaatkan sebagai teknologi penunjang proses belajar dan mengajar.

Bagi generasi milenial bekerja bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja dengan dukungan peralatan yang portable. Kolaborasi jarak jauh dan lintas organisasi menjadi sesuatu yang biasa. Proses bisnis telah terintegrasi dengan teknologi sehingga berbagai proses dapat dilakukan jarak jauh. Manajemen bisa mengakses berbagai informasi tanpa perlu minta laporan dari timnya. Dunia kerja seperti ini membutuhkan pegawai dengan ketrampilan kerja baru misalnya : terampil dan nyaman menggunakan teknologi, dapat mengelola informasi, dapat beradaptasi dan fleksibel, termasuk di dalamnya bisa belajar ketrampilan, teknologi dan proses yang baru. Mampu berkomunikasi dan bekerja dalam tim dengan memanfaatkan teknologi.

Seperti telah diduga, berbagai pertanyaan kritis dilayangkan pada sesi tanya jawab. Pertanyaan sangat bervariasi mulai dari masalah hak cipta, akses digital bagi masyarakat daerah, pengaruh negatif teknologi, tips untuk memanfaatkan teknologi secara optimal sampai pada teknologi-teknologi baru apa yang akan muncul dalam waktu dekat. Sungguh menyenangkan berbagi pengalaman dengan para mahasiswa muda ini. Semoga upaya merangsang mahasiswa muda untuk punya mimpi besar lalu merealisasikannya ini akan berhasil.

Program Pengembangan Soft Skills di ITB

Hari Sabtu dan Minggu 23-24 Agustus 2008, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) ITB mengadakan FTSL Day bagi para mahasiswa yang baru menyelesaikan Tingkat Pertama Bersama-nya. Acara selama 2 hari ini difokuskan pada pengembangan soft skills dan terdiri dari paparan oleh pembicara tamu, berbagi pengalaman kegiatan kemahasiswaan, penayangan film, pengenalan himpunan, tour FTSL, soft skills games dan panggung kreatifitas.

Beberapa hal menarik perhatian saya pada acara ini. Pertama adalah fokus yang kian besar akan pentingnya pengembangan soft skills baik dalam proses belajar selama di ITB maupun sebagai bekal ketika lulus nanti. Di FTSL, fokus pada Soft skills ini dilaksanakan dengan:

  • Menyelenggarakan acara selama 2 hari penuh untuk pengembangan soft skills.
  • Proses pengajaran yang lebih interaktif dan partisipatif dengan tugas-tugas kelompok yang mengharuskan para mahasiswa untuk bekerja di dalam tim dan melakukan presentasi.
  • Menyelenggarakan acara pengembangan soft skills lagi pada tingkat akhir sebelum para mahasiswa lulus.

Hal kedua yang menarik perhatian saya adalah pesan dari dekan yang disampaikan oleh wakil dekan agar para mahasiswa aktif di kegiatan himpunan sebagai bagian dari kegiatan untuk mengembangkan soft skills, namun menolak ospek dan melaporkan tindak kekerasan dan pelanggaran HAM. Berbagai kekerasan yang terjadi dalam ospek rupanya mendorong pimpinan ITB untuk mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan.

Sebagai pembicara tamu saya memulai paparan saya tentang soft skills dengan menjelaskan tiga jenis ketrampilan yang dibutuhkan para engineer untuk bisa bekerja dengan efektif yaitu engineering theory, practical skills dan soft skills. Engineering theory didapat melalui kuliah sementara practical skills didapat melalui proyek, magang, pengalaman di laboratorium, kerja paruh waktu atau eksperimen pribadi. Sebagian besar waktu saya gunakan untuk berbicara tentang soft skills. Ada tiga belas ketrampilan yang tercakup di dalam soft skills yaitu : ketrampilan berkomunikasi dengan efektif, sikap dan nilai-nilai yang benar, inovasi dan kreativitas, berpikir analitis, fleksibilitas, kesiapan untuk berubah, ketrampilan interpersonal, ketrampilan negosiasi, ketrampilan persuasif, ketrampilan mengatur waktu, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan ber adaptasi, kepemimpinan dan membangun tim.

Setelah membahas dan memberikan contoh masing-masing ketrampilan yang termasuk dalam kluster soft skills, saya kemudian membahas bagaimana membangun dan mengasah soft skills.

Saya sungguh senang para mahasiswa muda ini menunjukkan ketertarikannya pada soft skills dengan secara aktif menanyakan berbagai pertanyaan yang kritis seperti :

  • Bagaimana agar dapat fleksibel tapi tetap mempertahankan prinsip?
  • Banyak lulusan ITB yang Soft Skills nya rendah, salah ITB atau salah Individual?
  • Di kampus untuk mengejar nilai akademis yang memadai saja usahanya sudah luar biasa besar di ITB ini, apa lagi untuk mereka yang nalarnya sedang-sedang saja, bagaimana cara nya bisa memperkuat sof skills dalam kondisi yang seperti ini ?
  • Dan masih banyak lagi.
Semoga ITB berhasil membekali para mahasiswanya dengan hard skills dan soft skills yang baik agar mereka sukses di dunia kerja.

Salam hangat penuh semangat.

Era Kepepimpinan "Command and Control" Sudah Berlalu

Oleh: Betti Alisjahbana

Pada tanggal 17 Agustus 2008 saya berkesempatan untuk turut hadir pada acara Peringatan Detik-detik Proklamasi di halaman Istana Negara, acara yang disambut dengan penuh antusias oleh warga sekitar yang menyemut di sekeliling istana. Sambil mengikuti jalannya acara, saya mengamati dinamika yang terjadi di lapangan upacara.

Kepala Negara sebagai pimpinan tertinggi duduk di beranda istana bersama para tamu-tamu VVIP. Para undangan biasa duduk di halaman istana, di bawah tenda di kiri dan kanan. Para petugas upacara yang terdiri dari Komandan Upacara, Paskibra, Barisan Polisi, Angkatan Udara, Angkatan Laut dan Angkatan Darat berbaris di tengah lapangan, dibawah terik sinar matahari. Komandan upacara memimpin acara di lapangan dan melapor kepada pimpinannya, Inspektur Upacara setiap akan memulai dan selesai suatu prosesi acara. Sang Pimpinan tertinggi menjawab dengan singkat, “Lanjutkan”.

Sepanjang upacara, peranan yang dilakoni oleh Sang Pimpinan tertinggi adalah menjawab setiap laporan sang komandan upacara dengan kata “Lanjutkan. Juga menyerahkan Bendera Sang Pusaka pada petugas Paskibra yang berjalan tegak membawa baki menghampiri Sang Pimpinan tertinggi dan berjalan mundur menuruni tangga setelah menerima bendera demi menghormati Sang Pemimpin tertinggi.

Dinamika yang terjadi di lapangan upacara tersebut, mengingatkan saya pada gaya kepemimpinan jaman dulu, gaya “Command and Control”. Perintah datang dari pimpinan puncak, manajer senior mendengarkan dan meneruskan perintah tersebut untuk dilaksanakan. Ada jarakyang jauh antara pemimpin puncak dengan pelaksana di lapangan. Di antara mereka ada para manager senior yang diberi tugas untuk memonitor, mengawasi dan melakukan kontrol. Mereka harus meyakinkan bahwa semua anak buahnya melakukan kewajibannya. Para manager senior ini duduk dikantornya yang nyaman, tidak pernah turun ke lapangan dan berbicara dengan para pekerja di sana. Mereka juga tidak berbicara dengan para pelanggannya.

Sebagai akibatnya, para manajer senior ini menggunakan sebagian waktunya untuk rapat dan mengawasi para manager di bawahnya dan menciptakan birokrasi. Mereka tidak memberikan inspirasi dan wewenang bagi para manajer yuniornya untuk mengembangkan kemampuan kepemimpinannya.

Dunia yang semakin kompetitif saat ini, serta perubahan yang terjadi demikian cepat di lapangan, telah membuat gaya kepemimpinan “Command and Control” menjadi usang. Organisasi tidak butuh birokrasi dan kelambanan. Organisasi tidak butuh begitu banyak persetujuan untuk mulai beraksi. Organisasi tidak butuh begitu banyak manajer. Sebaliknya organisasi membutuhkan pemimpin di semua lini. Para pemimpin yang tau situasi lapangan dan bisa mengambil keputusan yang tepat dan cepat. Pemimpin masa kini tidak membangun pengikut, mereka membangun pemimpin-pemimpin yang mandiri dan penuh energi di semua lini, termasuk deretan generasi muda di ujung tombak organisasi.

Tantangan kompetisi yang semakin ketat dan perubahan yang semakin cepat membutuhkan karakteristid dan gaya kepemimpinan yang berbeda.

Berikut ini adalah sepuluh karakteritik Pemimpin Masa Kini:

  • Integritas Tinggi dan Dapat Dipercaya. Tidak ada karakter seorang pemimpin yang lebih penting dari integritas. Pemimpin adalah panutan dari timnya. Jangan berharap organisasi akan baik dan benar apabila pemimpinnya tidak mempunyai integritas tinggi.

  • Pembangun SDM. Kemampuan memilih orang-orang yang tepat dan membangun kemampuan mereka adalah pondasi bagi sukses organisasi secara jangka panjang.

  • Mempunyai Visi dan Membangkitkan Harapan. Pemimpin yang efektif menentukan arah organisasi, memancarkan rasa percaya diri dan determinasi yang membangkitkan inspirasi bagi organisasinya.

  • Mempunyai Intuisi Bisnis yang Tajam. Pemimpin perlu tahu kemana arah pasar dan dari mana organisasi bisa menghasilkan keuntungan.

  • Mengambil Tindakan. Di dalam setiap situasi, selalu ada pihak yang ingin mengambil tindakan untuk mencapai hasil yang diinginkan dan selalu ada pihak yang menahan orang untuk tidak mengambil tindakan supaya tidak berbuat kesalahan. Tarik menarik ini selalu ada. Pemimpin harus mendorong terjadinya tindakan dan mengatasi kendala-kendala yang ada.

  • Mempunyai Wawasan global. Internet dan Teknologi Informasi telah membuat batas antar negara menjadi kabur. Perubahan yang terjadi di satu belahan dunia akan segera berpengaruh pada bagian dunia lainnya. Untuk sukses, seorang pemimpin harus mempunyai wawasan global dan pemahaman terhadap penggunaan teknologi untuk kemajuan organisasinya.

  • Sentuhan pada Pelanggan. Seorang pemimpin punya hubungan yang baik dengan pelanggannya. Ia memahami dan mengantisipasi kebutuhan pelanggannya. Dia tidak mau tinggal diam di kenyamanan ruangannya dan hanya mendengar situasi pelanggan dari timnya. Berbicara dengan pelanggan membangkitkan ide-ide inovasi dalam bisnisnya.

  • Agen Perubahan. Pemimpin tidak pernah puas dengan kemapanan dan membenci birokrasi. Mereka selalu mencari cara agar organisasinya senantiasa lincah menyambut dan memimpin perubahan agar selalu terdepan.

  • Komunikatif dan Pendengar yang Baik. Pemimpin yang baik tidak suka sekedar duduk dikamarnya dan merencanakan berbagai alternatif tentang bagaimana menjalankan bisnis. Ia turun ke lapangan, berkomunikasi dengan pegawai di berbagai lini. Ia menghilangkan jarak dengan para pegawainya dan membuat para pegawainya merasa nyaman untuk berbicara terus terang kepadanya, termasuk bila ada kabar buruk. Ia juga secara teratur mengunjungi pelanggan mendengarkan sudut pandang mereka dan berkomunikasi dengan efektif.

  • Berenergi Tinggi, Bisa Memobilisasi Tim dan Membangkitkan Semangatnya. Pemimpin menyambut pekerjaannya setiap hari dengan penuh antusias. Mempunyai pikiran terbuka, siap mendenganride-ide baru dan menata ulang agendanya bila perlu. Antusiasme dan energinya membangkitkan semangat pada tim dan orang-orang disekitarnya. Mereka memiliki dorongan, keberanian dan keyakinan dalam tindakan-tindakannya. Mereka melaksanakan semua inisiatif dengan prima dan mencapai hasil yang diinginkan.

Jaman memang sudah berubah dan akan terus berubah, bahkan perubahan itu semakin lama semakin cepat. Perubahan ini menuntut gaya kepemimpinan yang berbeda. Gaya kempemimpinan “Command and Control” sudah usang. Pemimpin masa kini turun ke lapangan, menghilangkan jarak dan mendengarkan pegawai, pelanggan dan kunstituennya. Ia merasakan denyut nadi organisasinya.

Ia memulai harinya setiap pagi dengan penuh antusias, terbuka terhadap ide-ide baru dan siap menggelindingkan perubahan-perubahan yang akan membawa kerhasilan bagi organisasi yang dipimpinnya. Ia membangun kepemimpinan di setiap lini dan memberikan wewenang pengambilan keputusan kepada mereka. Hanya dengan cara itu organisasi bisa gesit dan lincah bergerak sejalan dengan dinamisnya perubahan yang terjadi saat ini.

Siapkah Anda menerima tantangan pemimpin masa kini?

Selamat memimpin.

Salam hangat penuh semangat.

Tanya jawab topik ini bisa dilihat di www.qbheadlines.com, rubrik Career.