Senin, 10 Mei 2010

Pesan Dibalik Tindakan Seorang Pemimpin

Minggu lalu adalah minggu yang sangat dramatis bagi Indonesia. Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Bersatu II yang dikenal cerdas, berintegritas tinggi, tegas, berani dan gigih, akhirnya menyampaikan surat pengunduran diri dari jabatannya, untuk menjadi Managing Director World Bank.

Tidak lama sesudah itu, diumumkan bahwa partai koalisi kini memiliki sekretariat bersama dengan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai ketuanya, Aburizal Bakrie sebagai Ketua Hariannya dan Syarief Hasan sebagai sekretarisnya. Tidak hanya itu, bila sebelumnya peran koalisi adalah mengamankan kebijakan pemerintah, kini, dengan adanya sekretariat bersama dan Aburizal sebagai ketua hariannya, partai koalisi ini justru berperan merumuskan kebijakan pemerintah.

Pasar pun bereaksi, bila pada pembukaan perdagangan di awal minggu IHSG ada pada posisi 2.971, yaitu posisi tertinggi dalam sejarah bursa saham Indonesia, setelah pengunduran diri Sri Mulyani, index turun terus hingga di akhir minggu ada pada 2.739 atau turun sebesar 8.4 %. Rupiah pun melemah terhadap USD ke level 9216 dari semula 9012.

Saya tiba-tiba teringat pada ucapan Albert Einstein: Setting an example is not the main means of influencing others, it is the only means. Bila kita menganalisa peristiwa minggu lalu dalam konteks kepemimpinan negara ini kita, contoh apa sebetulnya yang sedang di pertontonkan pada kita semua, rakyat yang dipimpinnya?

Tidak ada yang lebih buruk bagi moral suatu organisasi dari ketika pemimpinnya menerapkan prinsip: “Lakukan seperti yang saya katakan, bukan seperti yang saya lakukan”. Ketika ini terjadi, maka dapat dipastikan antusiasme dan dukungan akan hilang.

Ketika kita ada di posisi pimpinan, kita mestinya tahu bahwa kita bertanggung jawab atas segenap orang yang kita pimpin. Orang-orang yang kita pimpin akan melihat kita untuk mendapatkan petunjuk dan kekuatan. Adalah tanggung jawab seorang pemimpin, untuk membangkitkan inspirasi orang-orang disekelilingnya sehingga mereka akan mendorong dirinya sendiri yang kemudian akan mendorong keseluruhan organisasi untuk mencapai cita-citanya. Untuk menginspirasi ini, kita harus menunjukan arah melalui tindakan.

Mahatma Gandhi adalah contoh pemimpin yang selaras antara perbuatan dan perkataannya. Dia berkomitmen untuk memprotes ketidak adilan melalui jalan tanpa kekerasan dan secara konsisten menjalankan prinsip itu, betapa beratpun tantangannya. Dia memimpin pengikutnya melalui tindakan dan pengikutnya melakukan hal yang sama. Gandhi akhirnya berhasil memimpin mereka, dan India, mencapai kemerdekaannya.

Seandainya Gandhi sekali saja melakukan perkelahian fisik pada lawannya, tentu pesan pentingnya tentang protes tanpa kekerasan akan jauh lebih sulit dipercaya sesudah itu. Pengikutnya akan melihat dia dengan penuh curiga dan tidak percaya. Kemungkinan para pengikutnya untuk terlibat dalam perdebatan fisik dan tindak kekerasan akan meningkat secara dramatis.

Demikian pula dengan orang-orang yang kita pimpin. Bila kita berkata satu hal dan melakukan hal yang lain, kemungkinan besar orang-orang yang kita pimpin tidak akan mengikuti kita dengan antusias. Apapun yang kita katakan akan di pandang dengan penuh kecurigaan dan keraguan. Orang-orang yang kita pimpin tidak akan percaya bahwa hal yang kita lakukan adalah yang terbaik.

Pemimpin yang baik, mendorong orang-orang yang dipimpinnya untuk maju dengan penuh gairah, inspirasi, keterpercayaan dan visi. Ketika kita memimpin orang yang tidak mempercayai kita, produktivitas akan turun dan antusiasme akan hilang. Visi yang dengan susah payah ingin kita realisasikan akan kehilangan daya tariknya, semua hanya karena orang-orang yang kita pimpin tidak mempercayai pemimpinnya lagi.

Kembali ke awal, sudah menjadi rahasia umum bahwa Sri Mulyani dan Aburizal Bakrie berseberangan dalam banyak hal. Sikap yang dipilih pemimpin negara ini untuk melepas Sri Mulyani pergi dan memberikan kekuasaan yang begitu besar kepada Aburizal Bakrie mengirimkan pesan yang gamblang pada kita semua. Lalu akankah rakyat Indonesia percaya bahwa SBY-Boediono akan menjalankan pemerintahan yang bersih, melakukan reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi sesuai dengan janji kampanyenya?

Semoga kita bisa menjadi pemimpin yang punya keselarasan antara perbuatan dengan perkataan.

Apakah Kita Pemimpin yang Dipercaya ?

Oleh: Betti Alisjahbana
If leaders are careless about basic things—telling the truth, respecting moral codes, proper professional conduct—who can believe them on other issues? ~ James L Hayes

Indonesia baru saja kehilangan seorang pemimpin panutan di dunia bisnis. William Soerjadjaja meninggal di usia 88 tahun pada tanggal 2 April 2010. Pendiri Astra International, yaitu perusahaan yang menaungi 300 perusahaan, itu dikenal memegang standar etika bisnis yang tinggi, sangat peduli pada pengembangan sumber daya manusia, dan berjiwa sosial. Sebagai pemimpin, ia sangat dipercaya karena karakter, kemampuan, serta rekam jejaknya sangat istimewa. Kepergiaannya meninggalkan duka yang dalam bagi orang-orang yang pernah merasakan kepemimpinan dan bimbingannya.

Di lain pihak, kita sering membaca berita para pemimpin yang bahkan tidak dapat melakukan hal-hal yang paling sederhana sekalipun, seperti menyampaikan hal yang sebenarnya, atau menghargai nilai-nilai moral dan berperilaku profesional. Siapa yang akan percaya pada pemimpin yang seperti ini?

Dalam bukunya yang berjudul The Speed of Trust, Stephen M.R. Covey menyampaikan bahwa ketika orang tidak percaya, maka segala hal akan berjalan lambat karena perlu pemeriksaan, pengecekan, diyakinkan berkali-kali, sehingga bukan saja perkerjaan berjalan lambat tetapi biayanya pun menjadi tinggi. Sebaliknya bila orang percaya, maka semuanya akan berjalan lebih lancar dan cepat, serta biaya pun dapat dihemat.

Ini dicontohkan dalam salah satu cerita mengenai Jim, seorang penjual donat dan kopi di jalanan di New York City. Selama waktu sarapan dan makan siang, tokonya selalu dipenuhi antrian orang yang ingin membeli donat dan kopinya. Meskipun hal ini pertanda bagus, tetapi Jim juga melihat bahwa banyak orang merasa bosan mengantri, lalu pergi begitu saja dan tidak jadi membeli. Jim sadar, bahwa karena dia harus melayani semua pelanggan, dia menjadi penghambat terbesar bagi dirinya sendiri untuk menjual lebih banyak donat.
Jim kemudian memutuskan untuk menaruh satu keranjang yang berisi uang pecahan kecil untuk kembalian. Dia mempercayakan pelanggannya untuk membayar dan mengambil sendiri kembaliannya di dalam keranjang itu, tanpa perlu harus melalui Jim.

Alih-alih uangnya dicuri, Jim malah menemukan bahwa banyak pelanggan justru memberi tip dalam jumlah besar. Ini juga mempercepat antrian orang yang akan membeli donatnya, sehingga dia bisa menjual lebih banyak donat. Jim menemukan bahwa pelanggannya senang merasa dipercaya. Tidakkah demikian juga dengan rekan kerja, bawahan, dan atasan kita?

Pemimpin yang Dipercaya

Tugas pertama seorang pemimpin adalah membangun rasa percaya. Ada dua faktor yang mempengaruhi rasa percaya masyarakat terhadap pemimpinnya: karakter dan kompetensi. Karakter mencakup integritas dan niat baik. Sementara kompetensi mencakup kemampuan, ketrampilan, kinerja, dan rekam jejak. Ketika seorang pemimpin mempunyai semuanya—integritas, niat baik, kemampuan, kinerja, dan rekam jejak—maka ia akan dipercaya oleh orang-orang yang dipimpinnya.

Pemimpin juga harus mempercayai timnya—bukan percaya buta tanpa ekspektasi dan akuntabilitas, melainkan percaya yang cerdas, yaitu dengan ekspektasi yang jelas dan sistem akuntabilitas yang  dibangun terintegrasi ke dalam sistem organisasi. Pemimpin terbaik umumya memimpin dengan kecenderungan untuk mempercayai timnya.

Pemimpin yang baik sadar bahwa suasana saling percaya harus dibangun dan akan berpengaruh besar pada setiap hubungan, setiap komunikasi, setiap proyek, dan setiap kerja sama bisnis. Ketika saling percaya hadir, maka segalanya akan berjalan lebih cepat dan biaya pun akan lebih murah.

Suasana saling percaya perlu secara khusus dibangun, dimulai dari membuat diri kita sendiri bisa dipercaya. Sifat-sifat baik seorang pemimpin yang akan membuatnya dipercaya antara lain adalah berbicara jujur, menghargai orang lain, membangun transparansi, memperbaiki hal-hal yang tidak benar, menghasilkan kinerja yang baik, bertanggung jawab, mendengarkan, menjaga komitmen, dan  mempercai tim.

Saling percaya dalam organisasi bisa dibangun melalui struktur, sistem kerja, sistem akuntabilitas, serta insentif yang mendorong terbangunnya saling percaya. Ketika organisasi bekerja dengan kompak dan secara konsisten membangun reputasi yang baik, maka pasar pun akan percaya dan brand yang kuat pun akan terbangun. Ketika di samping mempunyai reputasi usaha yang baik, organisasi kita pun memberikan kontribusi kepada masyarakat dengan turut memecahkan dan menjadi solusi bagi masalah-masalah nyata di masyarakat, maka organisasi kita tidak hanya dipercaya oleh para pegawai dan pasar, tetapi juga masyarakat.

Di era persaingan bebas kini, di mana persaingan terjadi semakin ketat, kecepatan dan kelincahan organisasi menjadi sangat penting. Untuk itu keterpercayaan perlu dibangun, ditumbuhkan, dan dijaga. Hanya pemimpin yang dipercaya yang bisa membangunnya.

Salam hangat penuh semangat
Betti Alisjahbana